NPWP Istri : Ikut Suami Atau Punya Sendiri
Salah
satu masalah NPWP yang sering menjadi tanda tanya di masyarakat adalah
tentang kepemilikan NPWP bagi wanita kawin atau istri. Dalam beberapa
tulisan terdahulu saya pernah menegaskan bahwa pada dasarya satu
keluarga cukup satu NPWP, dalam artian istri ikut NPWP suami. Namun
demikian, istri dapat memiliki NPWP sendiri bila hidup berpisah atau
melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Istri juga dapat
berNPWP sendiri bila memang berkehendak demikian.
Pemahaman saya seperti
itu saya dapatkan dari kandungan Undang-undang PPh dan Undang-undang
KUP. Nah, hal seperti ini kemudian di tegaskan pula oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011, tepatnya di Pasal 2. Ya, di Pasal 2 ayat
(3) PP 74 Tahun 2011 tersebut ditegaskan bahwa, wanita kawin yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tetapi tidak hidup berpisah
atau tidak melakukan perjanjian pisah harta, maka hak dan kewajiban
perpajakannya digabungkan dengan hak dan kewajiban suaminya. Dengan kata
lain, NPWP sang istri ikut NPWP suaminya.
Bagaimana jika sebelum
menikah si istri sudah memiliki NPWP? Penjelasan Pasal 2 ayat (3) ini
menegaskan bahwa bila wanita kawin telah memiliki NPWP sebelum kawin,
wanita kawin tersebut harus mengajukan permohonan
penghapusan NPWP dengan alasan bahwa pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan suaminya. Dengan demikian jelaslah bahwa NPWP
istri bisa dihapuskan bila menikah.
Nah, di penjelasan
Pasal 2 ayat (3) juga dinyatakan bahwa tidak termasuk dalam pengertian
hidup terpisah adalah suami istri yang hidup terpisah antara lain karena
tugas, pekerjaan, atau usaha. Misalnya suami istri berdomisili di
Salatiga. Karena suami bekerja di Pekanbaru, yang bersangkutan bertempat
tinggal di Pekanbaru sedangkan istri bertempat tinggal di Salatiga.
Namun demikian, dalam
hal wanita kawin ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan secara terpisah dari suaminya, maka wanita kawin tersebut
harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
Berikut contoh sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (4) PP 74 Tahun 2011:
Bapak Bagus yang telah
memiliki NPWP 12.345.678.9-XXX.000 menikah dengan Ibu Ayu yang belum
memiliki NPWP. Ibu Ayu memperoleh penghasilan dan ingin melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya.
Oleh karena itu, Ibu Ayu harus mendaftarkan diri ke Kantor Direktorat
Jenderal Pajak untuk memperoleh NPWP dan diberi NPWP baru dengan nomor
98.765.432.1-XXX.000.
Dalam kasus wanita
kawin yang ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan
secara terpisah dari kewajiban perpajakan suaminya dan ia telah memiliki
NPWP sebelum kawin, maka NPWP yang telah dimiliki sebelum kawin
tersebut digunakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan secara terpisah dari suaminya, sehingga wanita kawin tersebut
tidak perlu mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh NPWP.
Contoh :
Lisa memperoleh
penghasilan dan telah memiliki NPWP dengan nomor 56.789.012.3-XYZ.000.
Lisa kemudian menikah dengan Hengki yang telah memiliki NPWP
78.901.234.5-XYZ.000. Apabila Lisa setelah menikah memilih untuk
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari
suaminya, maka Lisa tidak perlu mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh
NPWP dan tetap menggunakan NPWP 56.789.012.3-XYZ.000 dalam melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
Nah, bagaimana dengan Anda? Memiliki NPWP sendiri atau memilih ikut NPWP suami.