PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER - 24/PJ/2012
TENTANG
BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR
PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU
PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian
Faktur Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang
Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam
rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara
Pembatalan Faktur Pajak;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
- Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian Faktur Pajak;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN
KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN
ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan :
1.
|
Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
2.
|
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009.
|
3.
|
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009.
|
4.
|
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa
Kena Pajak.
|
5.
|
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh
penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau
penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
|
6.
|
Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut PKP adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
7.
|
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan :
a.
|
penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai
berikut :
1)
|
melalui suatu tempat penjualan eceran atau
langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen
akhir lainnya;
|
2)
|
dengan cara penjualan eceran yang dilakukan
langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
|
3)
|
pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau
transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli
langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya;
atau
|
|
b.
|
penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai
berikut :
1)
|
melalui suatu tempat penyerahan jasa secara
langsung kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi dari satu
tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
|
2)
|
dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir,
tanpa didahului penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak,
atau lelang; dan
|
3)
|
pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa
Kena Pajak dilakukan secara tunai.
|
|
|
8.
|
Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat
Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu
untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau
kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
|
9.
|
Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak
sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak
sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
|
10.
|
Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak adalah suatu program yang bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan, penertiban administrasi, pengawasan, dan
untuk menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif Pengusaha Kena
Pajak.
|
11.
|
Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban
subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak,
berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi
perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka
menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok
Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
12.
|
Kode Aktivasi adalah kode yang berupa karakter yang dapat terdiri dari
angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan Direktorat
Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat pemberitahuan kode aktivasi.
|
13.
|
Password adalah kode yang berupa karakter yang dapat terdiri dari angka,
huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan Direktorat Jenderal
Pajak kepada PKP melalui surat elektronik (email).
|
Pasal 2
(1)
|
Faktur Pajak harus dibuat pada :
- saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
- saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan
Jasa Kena Pajak;
- saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan;
- saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah
sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; atau
- saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
|
(2)
|
Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
|
Pasal 3
(1)
|
Bentuk dan ukuran Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP.
|
(2)
|
Bentuk dan ukuran Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibuat sebagaimana contoh pada Lampiran IA dan Lampiran IB yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
|
Pasal 4
(1)
|
Pengadaan Faktur Pajak dilakukan oleh PKP.
|
(2)
|
Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang
peruntukannya masing-masing sebagai berikut :
- Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak.
- Lembar ke-2, untuk arsip PKP yang menerbitkan Faktur Pajak.
|
(3)
|
Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), maka harus dinyatakan secara jelas peruntukannya
dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.
|
Pasal 5
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan :
- nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak;
- jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
- kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Pasal 6
(1)
|
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib diisi secara lengkap,
jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang
ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya.
|
(2)
|
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau
tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh
PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur
sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan
Faktur Pajak Tidak Lengkap.
|
(3)
|
Alamat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf b harus diisi
sesuai dengan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya.
|
(4)
|
Dalam hal alamat PKP yang sebenarnya atau sesungguhnya berbeda dengan
alamat dalam Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP, maka
PKP harus memberitahukan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan
untuk meminta perubahan alamat dalam Surat Keterangan Terdaftar atau
Surat Pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau
sesungguhnya.
|
(5)
|
Jenis barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c harus diisi
dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan.
|
(6)
|
Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur
Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
|
(7)
|
Tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak adalah sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
Pasal 7
(1)
|
PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
(2)
|
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu :
- 2 (dua) digit Kode Transaksi;
- 1 (satu) digit Kode Status; dan
- 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
|
Pasal 8
(1)
|
PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sesuai dengan formulir sebagaimana
diatur dalam Lampiran IVA yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
(2)
|
Surat permohonan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus diisi dengan lengkap dan disampaikan secara langsung ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.
|
(3)
|
Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kode Aktivasi dan Password ke PKP
dalam hal PKP memenuhi syarat sebagai berikut :
- PKP telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak oleh
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar berdasarkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2012 dan perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang/verifikasi
menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau
- PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012.
|
(4)
|
Dalam hal PKP memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kantor
Pelayanan Pajak :
- menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang ditandatangani
oleh Kepala Seksi Pelayanan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak
sebagaimana diatur dalam Lampiran IVB yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dan
dikirim melalui pos dalam amplop tertutup ke alamat PKP; dan
- mengirimkan Password melalui surat elektronik (email) ke alamat
email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan
Password.
|
(5)
|
Surat pemberitahuan Kode Aktivasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf a dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai
berikut :
- Lembar ke-1, disampaikan kepada PKP.
- Lembar ke-2, untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
|
(6)
|
Dalam hal PKP tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi
dan Password sebagaimana diatur dalam Lampiran IVC yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dalam 2
(dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut :
- Lembar ke-1, disampaikan kepada PKP.
- Lembar ke-2, untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
|
(7)
|
Dalam hal surat pemberitahuan Kode Aktivasi dan surat pemberitahuan
penolakan tidak diterima oleh PKP dan kembali pos (kempos), Kantor
Pelayanan Pajak akan memberitahukan informasi tersebut melalui surat
elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat
permohonan Kode Aktivasi dan Password.
|
(8)
|
PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan/atau ayat (7) dapat mengajukan
kembali surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan
Pajak setelah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan/atau telah menyampaikan surat pemberitahuan perubahan alamat ke
Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan prosedur pemberitahuan perubahan alamat.
|
(9)
|
Dalam hal PKP tidak menerima Password sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf b karena kesalahan penulisan alamat email pada Surat Permohonan
Kode Aktivasi dan Password, PKP harus mengajukan permohonan update
email.
|
(10)
|
Surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang hilang dapat dimintakan kembali ke
Kantor Pelayanan Pajak dengan melampirkan fotokopi surat keterangan
kehilangan dari kepolisian dan bukti penerimaan surat dari Kantor
Pelayanan Pajak atas surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.
|
(11)
|
Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi atau
surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima.
|
(12)
|
Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat pemberitahuan Kode
Aktivasi dicetak, DJP dapat melakukan aktivasi kembali (re-aktivasi)
atas Kode Aktivasi yang telah dimiliki oleh PKP melalui surat
pemberitahuan Kode Aktivasi yang dikirim melalui pos ke alamat PKP yang
bersangkutan.
|
Pasal 9
(1)
|
PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana
diatur dalam Lampiran IVD yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
PKP dikukuhkan.
|
(2)
|
Surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak harus diisi secara lengkap dan
disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.
|
(3)
|
Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur
Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVE yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke PKP yang telah
memenuhi syarat sebagai berikut :
- telah memiliki Kode Aktivasi dan Password; dan
- telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir
yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal
permintaan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
|
(4)
|
PKP yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3), tidak dapat diberikan Nomor Seri Faktur Pajak.
|
(5)
|
Surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas nama Kepala
Kantor Pelayanan Pajak dan dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang
peruntukannya masing-masing sebagai berikut :
- Lembar ke-1, disampaikan kepada PKP.
- Lembar ke-2, untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
|
(6)
|
Surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak yang hilang, rusak, atau
tidak tercetak dengan jelas, dapat dimintakan kembali ke Kantor
Pelayanan Pajak dengan menunjukkan surat permintaan Nomor Seri Faktur
Pajak.
|
Pasal 10
(1)
|
PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak
ganda atau Nomor Seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam
tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri
Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.
|
(2)
|
Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan dalam suatu tahun pajak
tertentu dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan
bersamaan dengan SPT Masa PPN Masa Pajak Desember tahun pajak yang
bersangkutan dengan menggunakan formulir sebagaimana diatur dalam Lampiran
IVF yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
|
Pasal 11
(1)
|
Dalam hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yang wilayah kerjanya berada
di luar wilayah Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sebelumnya,
maka PKP yang bersangkutan harus mengajukan permohonan Kode Aktivasi dan
Password sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ke Kantor Pelayanan
Pajak yang membawahi tempat kegiatan usaha PKP yang baru dengan menunjukkan
asli pemberitahuan Kode Aktivasi dari Kantor Pelayanan Pajak sebelumnya.
|
(2)
|
Dalam hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yang wilayah kerjanya berada
di luar wilayah Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sebelumnya,
maka PKP masih dapat menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang belum
digunakan.
|
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak
Lengkap.
Pasal 13
(1)
|
Nama yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf g harus diisi sesuai dengan kartu identitas yang sah,
yaitu Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor, yang
berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani.
|
(2)
|
PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau
pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan
contoh tandatangannya, dengan melampirkan fotokopi kartu identitas
pejabat/pegawai penandatangan Faktur Pajak yang sah yang telah dilegalisasi
pejabat yang berwenang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama
pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai tersebut mulai
melakukan penandatanganan Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VA yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
(3)
|
PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk
menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
(4)
|
Dalam hal terjadi perubahan pejabat/pegawai yang berhak menandatangani
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka PKP wajib
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas perubahan tersebut
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada akhir bulan
berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai pengganti mulai menandatangani
Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran VB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
(5)
|
Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai
terutang, maka pejabat/pegawai yang telah ditunjuk di tempat-tempat
kegiatan usaha sebelum pemusatan masih dapat menandatangani Faktur Pajak
yang diterbitkan setelah pemusatan yang dicetak di tempat-tempat kegiatan
usaha masing-masing.
|
(6)
|
Dalam hal PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat
pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh
PKP sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak
Lengkap.
|
Pasal 14
Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai dan pengisiannya sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Pasal 15
(1)
|
Atas Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam
penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan
benar, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan
Faktur Pajak pengganti yang tata caranya diatur dalam Lampiran VI huruf A
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
|
(2)
|
Atas Faktur Pajak yang hilang, baik PKP yang menerbitkan maupun pihak
yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari arsip Faktur
Pajak yang tata caranya diatur dalam Lampiran VI huruf B yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
(3)
|
Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah
diterbitkan, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan
pembatalan Faktur Pajak yang tata caranya diatur dalam Lampiran VI huruf C
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
|
(4)
|
Penerbitan Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan
masih dapat dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
|
(5)
|
Pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan sepanjang terhadap Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang
diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan,
belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka,
dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi.
|
(6)
|
Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah
melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada
Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan oleh PKP Penjual, harus
melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada
Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut
dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan
tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum
menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi.
|
Pasal 16
(1)
|
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenai sanksi administrasi sesuai
dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
|
(2)
|
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga)
bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
|
(3)
|
PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat
mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya sebagai
Pajak Masukan.
|
Pasal 17
(1)
|
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi
administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
|
(2)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah dalam hal Faktur Pajak
tidak memuat keterangan mengenai :
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak; atau
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak, serta nama dan tandatangan yang
berhak menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak
Pedagang Eceran.
|
(3)
|
PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat
mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur
Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8)
huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
Pasal 18
(1)
|
Nomor seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran Faktur Pajak
Khusus oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16E Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada orang
pribadi pemegang paspor luar negeri diatur secara tersendiri mengikuti
ketentuan yang mengatur tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian
permintaan kembali Pajak Pertambahan Nilai barang bawaan orang pribadi
pemegang paspor luar negeri.
|
(2)
|
Kode dan nomor seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran Faktur
Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan tidak mengikuti ketentuan penomoran Faktur
Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
Pasal 19
(1)
|
Terhitung mulai tanggal 1 April 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib
menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
|
(2)
|
Permohonan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana diatur dalam Pasal 8
dan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9
dapat diajukan oleh PKP mulai tanggal 1 Maret 2013.
|
Pasal 20
Pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian
Faktur Pajak, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan,
Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata
Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010 dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
Pasal 21
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku :
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka
Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
- Ketentuan-ketentuan lain yang mengatur tentang Faktur Pajak sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 22
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2013.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 November 2012
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001