1. |
Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. |
Perjanjian
Internasional di Bidang Perpajakan, yang selanjutnya disebut Perjanjian
Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang
diatur dalam hukum internasional, yang antara lain mengatur pertukaran
informasi mengenai hal yang berkaitan dengan perpajakan, meliputi:
- Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
- Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax Information Exchange Agreement);
- Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan
(Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters);
- Persetujuan Multilateral Antar-Pejabat yang Berwenang untuk
Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis (Multilateral
Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account
Information);
- Persetujuan Bilateral Antar-Pejabat yang Berwenang untuk
Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis (Bilateral
Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account
Information);
- Persetujuan Antar-Pemerintah untuk Mengimplementasikan Undang-Undang
Kepatuhan Perpajakan Rekening Keuangan Asing (Intergovernmental
Agreement for Foreign Account Tax Compliance Act); atau
- perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.
|
2. |
Pertukaran
Informasi Keuangan yang selanjutnya disebut Pertukaran Informasi adalah
kegiatan untuk menyampaikan, menerima, dan/atau memperoleh informasi
keuangan yang berkaitan dengan perpajakan berdasarkan Perjanjian
Internasional, yang bertujuan untuk:
- mencegah penghindaran pajak;
- mencegah pengelakan pajak;
- mencegah penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda oleh pihak-pihak yang tidak berhak; dan/atau
- mendapatkan informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
|
3. |
Standar
Pelaporan Umum (Common Reporting Standard), yang selanjutnya disebut
CRS adalah standar yang berisi pelaporan, prosedur identifikasi Rekening
Keuangan, dan Pertukaran Informasi yang dirujuk atau diatur dalam
Perjanjian Internasional untuk melakukan Pertukaran Informasi
antarnegara, yang tercantum dalam pokok-pokok pengaturan/batang tubuh
bagian II.B, penjelasan (commentaries) bagian III. B dan Annex 5
Standard for Automatic Exchange of Financial Account Information in Tax
Matters, beserta perubahannya. |
4. |
Pertukaran
Informasi Secara Otomatis adalah Pertukaran Informasi yang dilakukan
pada waktu tertentu, secara periodik, sistematis, dan berkesinambungan
atas informasi keuangan yang diperoleh dari lembaga keuangan. |
5. |
Yurisdiksi Asing adalah negara atau yurisdiksi selain Indonesia. |
6. |
Yurisdiksi
yang Berpartisipasi dalam Pertukaran Informasi Secara Otomatis
yang selanjutnya disebut Yurisdiksi Partisipan adalah Yurisdiksi Asing
yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam Perjanjian Internasional
yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi keuangan secara
otomatis. |
7. |
Yurisdiksi
Tujuan Pelaporan adalah Yurisdiksi Partisipan yang merupakan tujuan
bagi Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kewajiban penyampaian
informasi keuangan secara otomatis. |
8. |
Lembaga
Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat LJK adalah lembaga yang
melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, dan
perasuransian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas
Jasa Keuangan. |
9. |
Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya yang selanjutnya disebut LJK Lainnya adalah
lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
mengenai Otoritas Jasa Keuangan. |
10. |
Entitas
Lain adalah badan hukum seperti perseroan terbatas atau yayasan, atau
non-badan hukum seperti persekutuan atau trust, yang melaksanakan
kegiatan selain di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian,
yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai dengan standar
Pertukaran Informasi berdasarkan Perjanjian Internasional. |
11. |
Lembaga
Kustodian adalah entitas yang mengelola aset keuangan atas nama pihak
lain sebagai kegiatan utama dari usahanya, yang penjabaran secara
rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
12. |
Lembaga
Simpanan adalah entitas yang menerima simpanan dalam kegiatan perbankan
secara umum atau usaha sejenis, yang penjabaran secara rincinya
tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
13. |
Perusahaan
Asuransi Tertentu adalah perusahaan asuransi yang menerbitkan kontrak
asuransi nilai tunai atau, kontrak anuitas atau diwajibkan untuk
melakukan pembayaran berkenaan dengan kontrak asuransi nilai tunai atau
kontrak anuitas dimaksud. |
14. |
Entitas Investasi adalah:
a. |
entitas yang kegiatan utamanya menjalankan satu atau lebih kegiatan atau operasi, untuk atau atas nama nasabah, yaitu:
1) |
perdagangan
instrumen pasar uang, valuta asing, mata uang, suku bunga, instrumen
indeks, efek yang dapat dipindah tangankan, atau perdagangan komoditas
berjangka; |
2) |
pengelolaan portofolio secara individu dan kolektif; atau |
3) |
investasi, administrasi, atau pengelolaan aset keuangan atau uang atas nama pihak lain; dan/atau |
|
b. |
entitas
yang sebagian besar penghasilan brutonya berasal dari kegiatan
investasi, reinvestasi, atau perdagangan aset keuangan, dan entitas
tersebut dikelola oleh entitas lain yang merupakan Lembaga Simpanan,
Lembaga Kustodian, Perusahaan Asuransi Tertentu, atau Entitas Investasi
sebagaimana dimaksud pada huruf a, |
yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
15. |
Pemegang
Rekening Keuangan Orang Pribadi adalah orang pribadi yang terdaftar
atau teridentifikasi sebagai pemegang suatu Rekening Keuangan oleh
lembaga keuangan yang mengelola Rekening Keuangan dimaksud, yang
penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
16. |
Pemegang
Rekening Keuangan Entitas adalah entitas yang terdaftar atau
teridentifikasi sebagai pemegang suatu Rekening Keuangan oleh lembaga
keuangan yang mengelola Rekening Keuangan dimaksud, yang penjabaran
secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
17. |
Rekening
Keuangan adalah rekening yang dikelola oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau
Entitas Lain, yang meliputi rekening bagi bank, sub rekening efek bagi
perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan
asuransi, dan/atau aset keuangan lain bagi LJK Lainnya dan/atau Entitas
Lain, yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
18. |
Rekening Keuangan Lama adalah:
- Rekening Keuangan yang dikelola sampai dengan tanggal 30 Juni 2017 oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain; atau
- Rekening Keuangan yang dibuka sejak tanggal 1 Juli 2017 oleh
pemegang Rekening Keuangan yang telah memegang Rekening Keuangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, yang kriterianya tercantum dalam
Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
|
19. |
Rekening
Keuangan Baru adalah Rekening Keuangan yang dikelola sejak tanggal 1
Juli 2017 oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain. |
20. |
Rekening
Keuangan Bernilai Rendah adalah Rekening Keuangan Lama yang dipegang
oleh (held by) Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi dengan agregat
saldo atau nilai pada tanggal 30 Juni 2017 sebesar paling banyak
USD1.000.000,00 (satu juta Dolar Amerika Serikat). |
21. |
Rekening
Keuangan Bernilai Tinggi adalah Rekening Keuangan Lama yang dipegang
oleh (held by) Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi dengan agregat
saldo atau nilai pada tanggal 30 Juni 2017, pada tanggal 31 Desember
2017, atau pada tanggal 31 Desember tahun kalender selanjutnya, sebesar
lebih dari USD 1.000.000,00 (satu juta Dolar Amerika Serikat). |
22. |
Negara Domisili adalah negara atau yurisdiksi tempat orang pribadi atau entitas menjadi subjek pajak dalam negeri. |
23. |
Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil DJP
adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak. |
24. |
Kantor
Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal
Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Kanwil DJP. |
25. |
Kantor
Pengolahan Data Eksternal yang selanjutnya disingkat KPDE adalah unit
pelaksana teknis Direktorat Jenderal Pajak di bidang pengolahan data dan
dokumen yang berkaitan dengan perpajakan yang diberikan oleh instansi
pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak, dan secara
teknis fungsional dibina oleh Direktur Teknologi Informasi Perpajakan. |
|
|
|
2. |
Ketentuan Pasal 2 diubah, ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) |
Direktur
Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk
kepentingan perpajakan dari LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain. |
(2) |
Akses informasi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis; dan
- pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan berdasarkan permintaan,
untuk pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan Perjanjian Internasional. |
(3) |
Laporan
yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a untuk pelaksanaan Perjanjian Internasional disusun berdasarkan CRS. |
(4) |
Laporan
yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a untuk pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan disusun berdasarkan CRS, kecuali Peraturan Menteri ini
mengatur lain. |
|
|
|
3. |
Ketentuan
ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (9) Pasal 7
diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni
ayat (1a), dan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat 11 sehingga Pasal 7
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) |
Lembaga
keuangan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) wajib
menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk setiap
Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan kepada:
- Direktorat Jenderal Pajak melalui Otoritas Jasa Keuangan, bagi LJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a; dan
- Direktorat Jenderal Pajak, bagi LJK Lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c.
|
(1a) |
Termasuk lembaga
keuangan pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kontrak
investasi kolektif yang kewajiban pelaporannya dilaksanakan oleh manajer
investasi yang mengelola portofolio investasi kolektif tersebut. |
(2) |
Rekening
Keuangan yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Rekening Keuangan yang telah diidentifikasi sesuai prosedur
identifikasi Rekening Keuangan sebagai Rekening Keuangan yang wajib
dilaporkan dan dipegang oleh (held by):
- satu atau lebih orang pribadi dan/atau entitas yang wajib dilaporkan; atau
- entitas nonkeuangan pasif, dalam hal satu atau lebih pengendali entitas dimaksud merupakan orang pribadi yang wajib dilaporkan.
|
(3) |
Orang pribadi yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan:
- setiap orang pribadi yang merupakan subjek pajak dalam negeri dari Yurisdiksi Tujuan Pelaporan; atau
- warisan yang belum terbagi dari orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang sudah meninggal.
|
(4) |
Entitas
yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
merupakan setiap entitas yang Negara Domisilinya merupakan Yurisdiksi
Tujuan Pelaporan, kecuali:
- perusahaan yang sahamnya diperdagangkan secara teratur di satu atau lebih bursa efek;
- entitas yang berelasi (related entity) dengan perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
- entitas pemerintah;
- organisasi internasional;
- bank sentral; atau
- LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain,
yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) |
Dikecualikan
dari Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) yaitu satu Rekening Keuangan Lama atau lebih yang dipegang oleh
(held by) satu entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang agregat
saldo atau nilai Rekening Keuangannya tidak melebihi USD250.000,00 (dua
ratus lima puluh ribu Dolar Amerika Serikat) pada tanggal 30 Juni 2017,
31 Desember 2017, dan 31 Desember setiap tahun kalender berikutnya. |
(6) |
Entitas nonkeuangan pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan:
- entitas yang bukan merupakan entitas nonkeuangan aktif yang
penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
- Entitas Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14 huruf b
yang Negara Domisilinya bukan merupakan Yurisdiksi Partisipan.
|
(7) |
Entitas
Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b merupakan entitas
yang sebagian besar penghasilan brutonya berasal dari kegiatan
investasi, reinvestasi, atau perdagangan aset keuangan, dan dikelola
oleh entitas lain yang merupakan Lembaga Simpanan, Lembaga Kustodian,
Perusahaan Asuransi Tertentu, atau Entitas Investasi. |
(8) |
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
- untuk pertama kali pada tahun 2018, yang berisi informasi keuangan yang tercatat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017; dan
- untuk setelah tahun 2018, yang berisi informasi keuangan yang tercatat sampai dengan tanggal 31 Desember tahun sebelumnya.
|
(9) |
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
- identitas pemegang rekening keuangan;
- nomor Rekening Keuangan;
- identitas lembaga keuangan pelapor;
- saldo atau nilai Rekening Keuangan; dan
- penghasilan yang terkait dengan Rekening Keuangan,
yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf C yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(10) |
Dalam
hal tidak terdapat Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan dalam satu
tahun kalender, lembaga keuangan pelapor tetap wajib menyampaikan
laporan nihil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1). |
(11) |
Lembaga
keuangan pelapor dapat melakukan pembetulan atas laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam hal terdapat kekeliruan dalam pengisian
laporan. |
|
|
|
4. |
Ketentuan
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 9 diubah, di antara ayat (2) dan
ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), ketentuan Pasal 9
ayat (4) dihapus, ditambahkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (5), ayat (6),
dan ayat (7) sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) |
Dalam
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, lembaga
keuangan pelapor wajib melaksanakan prosedur identifikasi Rekening
Keuangan yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I
Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini. |
(2) |
Prosedur identifikasi Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2017 terhadap:
- Rekening Keuangan Lama yang dipegang oleh (held by) Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi;
- Rekening Keuangan Baru yang dipegang oleh (held by) Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi;
- Rekening Keuangan Lama yang dipegang oleh (held by) Pemegang Rekening Keuangan Entitas; dan
- Rekening Keuangan Baru yang dipegang oleh (held by) Pemegang Rekening Keuangan Entitas.
|
(2a) |
Pada saat
pembukaan Rekening Keuangan berupa Rekening Keuangan Baru yang dipegang
oleh (held by) Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b atau Rekening Keuangan Baru yang dipegang
oleh (held by) Pemegang Rekening Keuangan Entitas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf d, lembaga keuangan pelapor wajib:
- meminta pernyataan diri (self-certification) kepada calon pemegang
Rekening Keuangan, yang merupakan bagian dari dokumen pembukaan Rekening
Keuangan atau terpisah dari dokumen pembukaan Rekening Keuangan
dimaksud;
- melakukan klarifikasi kewajaran dari pernyataan diri
(self-certification) sebagaimana dimaksud dalam huruf a berdasarkan
informasi yang diperoleh lembaga keuangan pelapor berkaitan dengan
pembukaan Rekening Keuangan tersebut, termasuk dokumentasi yang
dikumpulkan berdasarkan prosedur anti pencucian uang/prinsip mengenal
nasabah; dan
- menentukan Negara Domisili pemegang Rekening Keuangan berdasarkan
pernyataan diri (self-certification) sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan hasil klarifikasi kewajaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
|
(3) |
Untuk
pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), lembaga keuangan pelapor melakukan konversi
nilai mata uang menjadi Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs
tengah Bank Indonesia atau menggunakan kurs spot harian valuta asing
yang bersangkutan di pasar internasional terhadap Dolar Amerika Serikat
dalam hal tidak tersedia pada kurs tengah Bank Indonesia, yang berlaku
pada tanggal:
- 30 Juni 2017, untuk penentuan klasifikasi Rekening Keuangan Bernilai
Rendah dan Rekening Keuangan Bernilai Tinggi, serta penentuan batasan
Rekening Keuangan Lama yang dipegang oleh (held by) entitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5); dan
- 31 Desember setiap tahun, untuk penentuan klasifikasi Rekening
Keuangan Bernilai Tinggi dan penentuan batasan Rekening Keuangan Lama
yang dipegang oleh (held by) entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (5),
dalam hal saldo atau nilai Rekening Keuangan tercatat dalam mata uang selain Dolar Amerika Serikat. |
(4) |
Dihapus. |
(5) |
Dalam
hal Rekening Keuangan yang dikelola oleh lembaga keuangan pelapor
terkait dengan aset keuangan yang dijual melalui agen penjual, kewajiban
prosedur identifikasi Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh agen penjual dimaksud. |
(6) |
Agen
penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memberikan dokumen
terkait pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan dan
informasi data pemegang Rekening Keuangan kepada:
- lembaga keuangan pelapor yang mengelola aset keuangan, dalam hal
aset keuangan berupa unit penyertaan kontrak investasi kolektif; atau
- lembaga keuangan pelapor yang bertindak sebagai Lembaga Kustodian,
dalam hal aset keuangan selain unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
|
(7) |
Untuk
kepentingan pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan,
lembaga keuangan pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib
memberikan informasi rincian pemegang Rekening Keuangan kepada agen
penjual, termasuk agregasi saldo Rekening Keuangan untuk kepentingan
identifikasi dimaksud. |
|
|
|
5. |
Ketentuan
ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) Pasal 10 diubah, di antara ayat (2)
dan ayat (3) disisipkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (2a), ayat (2b), dan
ayat (2c) sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
(1) |
Untuk
pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9, lembaga keuangan pelapor wajib menyelenggarakan,
menyimpan, dan memelihara dokumentasi, yang paling sedikit berupa:
- pernyataan diri (self-certification);
- dokumen pembuktian;
- bukti, catatan, atau informasi terkait dengan Rekening Keuangan yang
diperoleh atau digunakan selama pelaksanaan prosedur identifikasi
Rekening Keuangan;
- dokumen yang berisi informasi keuangan yang diperoleh selama pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan; dan
- tahapan pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan.
|
(2) |
Pernyataan
diri (self-certification) yang diselenggarakan, disimpan, dan dilakukan
pemeliharaan oleh lembaga keuangan pelapor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. |
ditandatangani
atau diberikan afirmasi/pernyataan secara sungguh-sungguh oleh pemegang
Rekening Keuangan atau kuasa sah dari pemegang Rekening Keuangan; |
b. |
memuat informasi sebagai berikut:
1. |
nama pemegang Rekening Keuangan; |
2. |
alamat pemegang Rekening Keuangan; |
3. |
Negara Domisili pemegang Rekening Keuangan; |
4. |
nomor identitas wajib pajak pemegang Rekening Keuangan pada setiap Negara Domisili; |
5. |
tempat dan tanggal lahir, dalam hal pemegang Rekening Keuangan merupakan orang pribadi; |
6. |
identitas pengendali entitas, dalam hal pemegang Rekening Keuangan merupakan entitas nonkeuangan pasif, yaitu:
a) |
nama pengendali entitas; |
b) |
alamat domisili pengendali entitas; |
c) |
Negara Domisili pengendali entitas; |
d) |
nomor identitas wajib pajak pengendali entitas pada masing-masing Negara Domisili; dan |
e) |
tempat dan tanggal lahir pengendali entitas; |
|
7. |
pernyataan bahwa informasi sebagaimana dimaksud dalam pernyataan diri (self-certification) adalah benar; dan |
8. |
pernyataan
bahwa Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi atau Pemegang Rekening
Keuangan Entitas bersedia menyampaikan pemberitahuan kepada lembaga
keuangan pelapor dalam hal terdapat perubahan pada keadaan pemegang
Rekening Keuangan yang menyebabkan isi dokumen pernyataan diri
(self-certification) menjadi tidak benar atau tidak lengkap, paling lama
90 (sembilan puluh) hari sejak terjadinya perubahan dimaksud;
dan |
|
c. |
memuat tanggal saat diterimanya pernyataan diri (self-certification) oleh lembaga keuangan pelapor. |
|
(2a) |
Nomor identitas
wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 4 dan angka
6 huruf d), serta tempat dan tanggal lahir sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b angka 5 dan angka 6 huruf e) tidak wajib dimuat dalam
pernyataan diri (self-certification) sepanjang memenuhi ketentuan yang
tercantum dalam Lampiran I Huruf C yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2b) |
Penyampaian pernyataan diri
(self-certification) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
dalam bentuk elektronik atau non-elektronik; dan |
b. |
penyampaian
pernyataan diri (self-certification) dilakukan secara langsung, secara
elektronik, atau dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti pengiriman
surat. |
|
(2c) |
Terhadap
pernyataan diri (self-certification) yang disampaikan secara elektronik,
Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi atau Pemegang Rekening
Keuangan Entitas wajib memberikan salinan berupa dokumen fisik
pernyataan diri (self-certification) dimaksud, dalam hal diperlukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak atau lembaga keuangan pelapor. |
(3) |
Dokumen pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:
a. |
untuk
orang pribadi, dokumen resmi yang mencantumkan nama orang pribadi
dan lazim digunakan untuk keperluan identifikasi, yang diterbitkan oleh
instansi pemerintah yang berwenang; |
b. |
untuk
entitas, dokumen resmi yang mencantumkan nama entitas dan alamat kantor
pusat entitas yang dapat berada di Negara Domisili maupun di
negara atau yurisdiksi di mana entitas didirikan atau dijalankan; dan |
c. |
untuk orang pribadi dan/atau entitas:
1. |
surat
keterangan domisili yang diterbitkan oleh instansi pemerintah yang
berwenang di Negara Domisili pemegang Rekening Keuangan; dan |
2. |
laporan
keuangan yang diaudit, laporan kredit dari pihak ketiga, dokumen
pengajuan pailit, atau laporan yang diterbitkan oleh regulator di bidang
pasar modal. |
|
|
(4) |
Dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan dan dipelihara paling
singkat 5 (lima) tahun terhitung setelah akhir periode lembaga keuangan
pelapor diwajibkan menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan
yang wajib dilaporkan berdasarkan CRS. |
(5) |
Dalam
hal diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, lembaga keuangan pelapor yang
memperoleh atau menyelenggarakan dokumentasi dalam bahasa lain selain
Bahasa Indonesia, harus memberikan terjemahan dokumentasi dalam Bahasa
Indonesia. |
|
|
|
6. |
Ketentuan
ayat (1) dan ayat (2) Pasal 13 diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2)
disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a) sehingga Pasal 13 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 13
(1) |
Dalam
rangka penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara
otomatis untuk pelaksanaan Perjanjian Internasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a:
a. |
lembaga
keuangan pelapor, pimpinan dan/atau pegawai lembaga keuangan dilarang
melakukan tindakan untuk menghindari kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 10 dan/atau Pasal 12; dan |
b. |
setiap
orang termasuk lembaga keuangan pelapor, pimpinan dan/atau pegawai
lembaga keuangan dan pihak lain dilarang membuat pernyataan palsu atau
menyembunyikan atau mengurangkan informasi yang sebenarnya dari
informasi yang wajib disampaikan. |
|
(1a) |
Termasuk
dalam pernyataan palsu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi pernyataan yang tidak benar atau tidak sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. |
(2) |
Pelanggaran
atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi pidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
|
|
7. |
Ketentuan
Pasal 14 diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu)
ayat yakni ayat (1a) sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) |
Lembaga keuangan pelapor tidak diperbolehkan melayani:
a. |
pembukaan Rekening Keuangan Baru bagi orang pribadi dan/atau entitas; atau |
b. |
transaksi baru terkait Rekening Keuangan bagi pemilik Rekening Keuangan Lama, |
yang menolak untuk mematuhi ketentuan dalam Pasal 9. |
(1a) |
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak orang pribadi dan/atau
entitas atau pemegang Rekening Keuangan Lama menolak untuk mematuhi
ketentuan prosedur identifikasi. |
(2) |
Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk:
a. |
setoran, penarikan, transfer, pembukaan rekening atau pembuatan kontrak bagi nasabah perbankan; |
b. |
pembukaan rekening, transaksi beli atau pengalihan bagi nasabah pasar modal; |
c. |
penutupan polis baru; dan |
d. |
kegiatan
transaksi lainnya bagi pemegang Rekening Keuangan Lama pada lembaga
keuangan pelapor yang merupakan LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain. |
|
(3) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku untuk transaksi:
a. |
pemenuhan kewajiban yang telah diperjanjikan sebelumnya antara pemilik Rekening Keuangan Lama dengan lembaga keuangan pelapor; |
b. |
penutupan rekening; atau |
c. |
pemenuhan kewajiban berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
|
|
|
8. |
Ketentuan ayat (3) Pasal 15 diubah sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) |
Untuk
pelaksanaan Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak atau Direktur
Perpajakan Internasional atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat meminta
informasi dan/atau bukti atau keterangan kepada LJK, LJK Lainnya,
dan/atau Entitas Lain, baik kantor pusat, kantor cabang, maupun unit
yang mengelola informasi dan/atau bukti atau keterangan dimaksud. |
(2) |
Permintaan
informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan secara elektronik atau tertulis, paling sedikit memuat:
a. |
informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diminta; |
b. |
format dan bentuk pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diminta; dan |
c. |
alasan dilakukannya permintaan tersebut, |
dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran I
Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini. |
(2a) |
Permintaan
informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditandatangani secara biasa atau tanda tangan elektronik oleh pihak
yang melakukan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang semuanya mempunyai kekuatan
hukum yang sama. |
(3) |
LJK,
LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain wajib memberikan informasi
dan/atau bukti atau keterangan yang sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
secara elektronik atau secara langsung paling lama 1 (satu) bulan
terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan tersebut. |
(3a) |
Terhadap
pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan secara elektronik
atau secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada LJK, LJK
Lainnya, dan/atau Entitas Lain diberikan bukti penerimaan. |
(4) |
Apabila
batas waktu pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertepatan dengan hari Sabtu, hari
Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan
pemilihan umum, atau cuti bersama secara nasional, pemberian informasi
dan/atau bukti atau keterangan dilakukan paling lambat pada hari kerja
berikutnya. |
(5) |
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi dan/atau bukti
atau keterangan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
tata cara pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan secara
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak. |
|
|
|
9. |
Ketentuan
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 17 diubah, dan ditambahkan 5
(lima) ayat yakni ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8)
sehingga Pasal 17 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17
(1) |
Lembaga
keuangan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) wajib
untuk menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan secara
otomatis untuk pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a ke
Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) |
Laporan
yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan laporan atas informasi keuangan yang dikelola oleh lembaga
keuangan pelapor dalam 1 (satu) tahun kalender. |
(3) |
Penyampaian
laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh kantor pusat atau suatu unit pada lembaga keuangan
pelapor yang bertanggung jawab untuk penyampaian laporan. |
(4) |
Penyampaian
laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a tidak wajib dilakukan oleh
lembaga keuangan nonpelapor. |
(5) |
Lembaga
keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan setiap
LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2). |
(6) |
Lembaga
keuangan pelapor dapat melakukan pembetulan atas laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam hal terdapat kekeliruan dalam pengisian
laporan. |
(7) |
Lembaga
keuangan pelapor dapat menggunakan penyedia jasa, berupa lembaga
keuangan lainnya, agen penjual, agen asuransi, perusahaan penyedia data,
dan pihak lain, untuk memenuhi kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1). |
(8) |
Dalam
hal lembaga keuangan pelapor menggunakan penyedia jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (7), kewajiban serta tanggung jawab atas pemenuhan
kewajiban pelaporan tetap berada pada lembaga keuangan pelapor. |
|
|
|
10. |
Ketentuan
ayat (1) Pasal 18 diubah, dan ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),
ayat (6), dan ayat (7) dihapus sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 18
(1) |
Lembaga
keuangan pelapor dan lembaga keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 wajib mendaftarkan diri ke Direktorat Jenderal Pajak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. |
(2) |
Dihapus. |
(3) |
Dihapus. |
(4) |
Dihapus. |
(5) |
Dihapus. |
(6) |
Dihapus. |
(7) |
Dihapus. |
|
|
|
11. |
Ketentuan
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Pasal 19
diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat
yakni ayat (2a) dan ayat (2b) sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 19
(1) |
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) paling sedikit memuat:
a. |
identitas pemegang rekening keuangan; |
b. |
nomor Rekening Keuangan; |
c. |
identitas LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain; |
d. |
saldo atau nilai Rekening Keuangan; dan |
e. |
penghasilan yang terkait dengan Rekening Keuangan, |
yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf H yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) |
Rekening
Keuangan yang wajib dilaporkan dalam rangka pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) merupakan seluruh Rekening
Keuangan yang dipegang oleh (held by) Pemegang Rekening Keuangan Orang
Pribadi atau Pemegang Rekening Keuangan Entitas, selain yang dilaporkan
dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2). |
(2a) |
Dalam hal Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasional dipegang oleh (held by)
a. |
Pemegang
Rekening Keuangan Orang Pribadi atau Pemegang Rekening Keuangan Entitas
yang diketahui memiliki lebih dari 1 (satu) Negara Domisili termasuk
Indonesia; atau |
b. |
Pemegang
Rekening Keuangan Entitas, yang entitas dimaksud memiliki satu atau
lebih pengendali entitas yang diketahui memiliki lebih dari 1 (satu)
Negara Domisili termasuk Indonesia, |
Rekening Keuangan tersebut juga wajib dilaporkan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1). |
(2b) |
Pemegang Rekening Keuangan Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk:
a. |
entitas pemerintah; |
b. |
organisasi internasional; atau |
c. |
bank sentral, |
yang penjabaran secara rincinya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) |
Saldo
atau nilai Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
merupakan agregat saldo atau nilai dari satu Rekening Keuangan atau
lebih yang dipegang oleh (held by) satu pemegang Rekening Keuangan dalam
suatu LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain per 31 Desember pada
tahun kalender pelaporan. |
(4) |
Saldo
atau nilai Rekening Keuangan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. |
untuk Lembaga Simpanan merupakan:
1. |
Rekening
Keuangan yang dipegang oleh (held by) orang pribadi, saldo atau nilai
dari satu Rekening Keuangan atau lebih dengan jumlah paling sedikit Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau dengan mata uang asing yang
nilainya setara; atau |
2. |
Rekening Keuangan yang dipegang oleh (held by) entitas, tidak terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan; |
|
b. |
untuk
Perusahaan Asuransi Tertentu merupakan Rekening Keuangan yang dipegang
oleh (held by) orang pribadi atau entitas dengan tidak terdapat batasan
saldo atau nilai tunai Rekening Keuangan, namun terbatas untuk polis
asuransi dengan nilai pertanggungan paling sedikit Rpl.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara;
dan |
c. |
untuk
Lembaga Kustodian dan Entitas Investasi merupakan Rekening Keuangan
yang dipegang oleh (held by) orang pribadi atau entitas dengan tidak
terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan. |
|
(5) |
Dalam
hal tidak terdapat Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dalam satu tahun kalender, lembaga keuangan
pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tetap wajib
menyampaikan laporan nihil. |
(6) |
Daftar lembaga keuangan pelapor tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
|
|
12. |
Ketentuan
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 24 diubah dan
ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (5) sehingga Pasal 24 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 24
(1) |
Pimpinan
lembaga keuangan pelapor bertanggung jawab atas pemenuhan penyampaian
laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1). |
(2) |
Pimpinan
lembaga keuangan pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menunjuk atau menetapkan pejabat dibawahnya sebagai petugas pelaksana
dalam rangka penyampaian informasi keuangan secara otomatis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1). |
(3) |
Lembaga
keuangan pelapor menyampaikan identitas petugas pelaksana yang ditunjuk
atau ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bersamaan dengan
saat pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1). |
(4) |
Dalam
hal terjadi penggantian pimpinan dan/atau petugas pelaksana, lembaga
keuangan pelapor harus menyampaikan informasi mengenai identitas
pimpinan dan/atau petugas pelaksana yang baru bersamaan dengan
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1). |
(5) |
Petugas
pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) turut bertanggung jawab
atas pemenuhan kewajiban penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1). |
|
|
|
13. |
Di antara Pasal 24 dan Pasal 25 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 24A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24A
(1) |
Dalam
rangka penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara
otomatis untuk pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a:
a. |
lembaga
keuangan pelapor, pimpinan dan/atau pegawai lembaga keuangan dilarang
melakukan tindakan untuk menghindari kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 21, Pasal 23, dan/atau Pasal 24; |
b. |
setiap
orang termasuk lembaga keuangan pelapor, pimpinan dan/atau pegawai
lembaga keuangan dan pihak lain dilarang membuat pernyataan palsu atau
menyembunyikan atau mengurangkan informasi yang sebenarnya dari
informasi yang wajib disampaikan. |
|
(2) |
Termasuk
dalam pernyataan palsu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pernyataan yang tidak benar atau tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. |
(3) |
Pelanggaran
atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi
pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
|
|
14. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 25 diubah sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
(1) |
Selain
menerima laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, Direktur Jenderal Pajak dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
berwenang untuk meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan dari
LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, baik kantor pusat, kantor
cabang, maupun unit yang mengelola informasi dan/atau bukti atau
keterangan dimaksud, melalui surat permintaan. |
(2) |
LJK,
LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain wajib memberikan informasi dan/atau
bukti atau keterangan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(3) |
Pelaksanaan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), antara lain untuk pelaksanaan kegiatan:
a. |
pengawasan terhadap Wajib Pajak, termasuk untuk kegiatan ekstensifikasi, intelijen, atau penilaian; |
b. |
pemeriksaan; |
c. |
penagihan pajak; |
d. |
pemeriksaan bukti permulaan; |
e. |
penyidikan pajak; atau |
f. |
penyelesaian
upaya hukum perpajakan, misalnya keberatan, pengurangan atau pembatalan
ketetapan pajak, atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi. |
|
|
|
|
15. |
Ketentuan
ayat (1) dan ayat (2) Pasal 29 diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat
(2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a) sehingga Pasal 29 berbunyi
sebagai berikut;
Pasal 29
(1) |
Informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) diberikan kepada:
a. |
pihak yang melakukan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26; atau |
b. |
pihak
yang ditunjuk oleh pihak yang melakukan permintaan informasi dan/atau
bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26. |
|
(1a) |
Informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan:
a. |
secara langsung; |
b. |
secara elektronik; atau |
c. |
melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau perusahaan jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat. |
|
(2) |
Terhadap
pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1a) huruf a dan huruf b, kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau
Entitas Lain diberikan bukti penerimaan. |
|
|
|
16. |
Ketentuan
ayat (1) dan ayat (2) Pasal 31 diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat
(2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a) sehingga Pasal 31 berbunyi
sebagai berikut;
Pasal 31
(1) |
Direktur
Jenderal Pajak meminta klarifikasi kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau
Entitas Lain dalam hal terdapat indikasi pelanggaran atas pemenuhan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan/atau Pasal 10. |
(1a) |
Direktur
Jenderal Pajak meminta klarifikasi kepada setiap orang, termasuk LJK,
LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, dalam hal terdapat indikasi
pelanggaran atas larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
huruf b dan Pasal 24A ayat (1) huruf b. |
(2) |
Permintaan
klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dibuat
dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran I
Huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini. |
|
|
|
17. |
Ketentuan
ayat (1) dan ayat (2) Pasal 32 diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2)
disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a), dan ditambahkan 1 (satu) ayat
yakni ayat (3) sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) |
Direktur Jenderal Pajak menyampaikan teguran tertulis kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dalam hal:
a. |
sampai
dengan batas waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya
permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1):
1. |
LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain tidak memberikan klarifikasi; atau |
2. |
LJK,
LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain memberikan klarifikasi, namun masih
diindikasikan belum sepenuhnya memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 dan/atau Pasal 10; |
|
b. |
kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau Pasal 17 tidak dipenuhi; dan/atau |
c. |
kewajiban pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 atau Pasal 25 tidak dipenuhi. |
|
(1a) |
Direktur
Jenderal Pajak menyampaikan teguran tertulis kepada setiap orang,
termasuk LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dalam hal sampai dengan
batas waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya permintaan
klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1a):
1. |
orang dimaksud tidak memberikan klarifikasi; atau |
2. |
orang
dimaksud memberikan klarifikasi, namun masih diindikasikan melanggar
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dan Pasal
24A ayat (1) huruf b. |
|
(2) |
Teguran
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dibuat dengan
menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran I
Huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini. |
(3) |
Tindak lanjut atas teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dituangkan dalam bentuk laporan. |
|
|
|
18. |
Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 33 diubah sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33
(1) |
Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan bukti permulaan berdasarkan
pengembangan dan analisis atas laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (3) yang menunjukkan bahwa:
a. |
LJK,
LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain tidak atau belum sepenuhnya
menindaklanjuti teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
dan/atau |
b. |
orang,
termasuk LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, tidak atau belum
sepenuhnya menindaklanjuti teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (1a). |
|
(2) |
Dalam
hal berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup, pemeriksaan bukti
permulaan dilanjutkan dengan proses penyidikan. |
(3) |
Pemeriksaan
bukti permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara
pemeriksaan bukti permulaan. |
(4) |
Pelaksanaan
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh penyidik
pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal Pajak. |
|
|
|
19. |
Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 34A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34A
(1) |
Direktur
Jenderal Pajak dapat melaksanakan pemeriksaan atas kepatuhan LJK, LJK
Lainnya, dan/atau Entitas Lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan
Peraturan Menteri ini. |
(2) |
Dalam
hal hasil pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi pelanggaran atas
pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 15, Pasal
17 dan/atau Pasal 25, laporan hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti
dengan penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32. |
(3) |
Dalam hal hasil pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi pelanggaran atas:
a. |
pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan/atau Pasal 10; dan/atau |
b. |
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dan/atau Pasal 24A ayat (1) huruf b, |
laporan hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti dengan pengembangan
dan analisis sebagai dasar pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33. |
(4) |
Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan mengenai Tata Cara Pemeriksaan. |
|
|
|
20. |
Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017
tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk
Kepentingan Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 771) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 73/PMK.03/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017
tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk
Kepentingan Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 837) diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
I, Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Komentar
Posting Komentar