NATURA
ATAU TUNJANGAN, SEBUAH NAMA SEBUAH CERITA
Oleh : Moch. Arief Risman
A. Pendahuluan
Di
malam pertama seorang pengantin berdebar-debar saat membuka amplop yang
dihadiahkan perusahaan tempat dimana dia bekerja. Dari tebalnya amplop, sang
pengantin merasa yakin bahwa jumlahnya akan lebih besar dari yang dia
perkirakan. Namun kenyataan berbicara lain karena ternyata jumlahnya tidak
seperti yang dia harapkan. Rupanya amplop menjadi lebih tebal adalah karena
adanya bukti potong pph pasal 21 yang dilampirkan di dalam amplop tersebut.
Sang pengantin pun menjadi lemas karenanya di malam pertama itu.
Cerita
di atas hanya sebuah kisah fiktif yang menggambarkan keinginan perusahaan untuk
memberikan perhatian kepada pegawainya dalam bentuk nominal uang tetapi secara
aturan pajak dapat diakui sebagai biaya atau yang dikenal dengan istilah deductible
expense maka disesuaikanlah namanya menjadi tunjangan. Hadiah dalam
bentuk tunjangan yang diberikan kepada pegawai yang menikah tersebut terutang
Pajak Penghasilan pasal 21 sehingga dipotong PPh sebesar tarif pasal 17 Undang
Undang Pajak Penghasilan. Dengan adanya pemotongan PPh tersebut maka bagi
perusahaan biaya yang dikeluarkan untuk hadiah bagi pegawai yang menikah
tersebut secara fiskal diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan bruto.
Tindakan ini merupakan cerminan dari prinsip taxable bagi penerima
penghasilan maka deductible bagi yang memberikan penghasilan atau bagi
pihak pemberi penghasilan dapat dibebankan sebagai biaya dan di pihak penerima
penghasilan tersebut terutang dan dipotong PPh pasal 21. Perusahaan akan
cenderung memilih pemberian hadiah dalam bentuk uang daripada dalam bentuk
barang karena pemberian dalam bentuk barang merupakan pemberian dalam bentuk
natura yang sifatnya tidak diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan bruto
atau non deductible expense.
B. Pembahasan
Natura
Definisi
natura menurut Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ.23/1984 tentang
pengertian kenikmatan dalam bantuk natura (seri PPh pasal 21-02), kenikmatan
dalam bentuk natura adalah setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh
pegawai, karyawan, atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk uang
dari pemberi kerja. Di dalam Undang Undang Pajak Penghasilan 1984 sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 36 tahun 2008
istilah natura dapat dilihat di pasal – pasal berikut ini :
a.
Pasal 4 (3) huruf d
Yang
dikecualikan dari objek pajak diantaranya adalah penggantian atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali
yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara
final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed
profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
b.
Pasal 9 ayat 1
Untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan :
Huruf
e
penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura
dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur tentang imbalan natura diantaranya adalah
sebagai berikut :
A.
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor PMK-83/PMK.03/2009 tentang. Penyediaan
Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau Imbalan dalam
Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan
Dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi
Kerja;
Berdasarkan
pasal-pasal yang terdapat di dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
PMK-83/PMK.03/2009 dapat diambil beberapa intisarinya sebagai berikut :
Pemberian
natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja
dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya adalah :
a.
Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Khusus untuk pegawai yang tidak dapat
menikmati makanan dan atau minuman tersebut di tempat kerja maka dapat
diberikan dalam bentuk kupon, meliputi pegawai bagian pemasaran, transportasi,
serta pegawai dinas luar lainnya.
b.
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka
menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah
tersebut. Natura tersebut adalah sarana dan fasilitas di lokasi kerja
untuk :
- tempat tinggal, termasuk
perumahan bagi Pegawai dan keluarganya;
- pelayanan kesehatan;
- pendidikan bagi Pegawai dan
keluarganya;
- peribadatan;
- pengangkutan bagi Pegawai dan
keluarganya;
- olahraga bagi Pegawai dan
keluarganya tidak termasuk golf, power boating, pacuan kuda, dan
terbang layang, sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia,
sehingga pemberi kerja harus menyediakannya sendiri.
Daerah
tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak
dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan
sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara,
sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi
yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa
pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai
kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan
mineral.
c.
Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya. Natura tersebut meliputi pakaian dan peralatan untuk
keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana antar
jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan yang sejenisnya.
B.
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 252/PMK.03/2008
Pasal
5 (2) : Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 termasuk
pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
- Bukan Wajib pajak;
- Wajib Pajak yang dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
iii.
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan
khusus
(deemed
profit).
Dari
peraturan – peraturan tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut
Natura
dan kenikmatan dari sisi biaya dapat dikelompokan menjadi dua yaitu natura yang
sifatnya deductible expense (diperbolehkan untuk dibiayakan) serta natura yang
sifatnya non deductible expense (tidak diperbolehkan menjadi
biaya). Natura yang sifatnya deductible expense adalah pemberian
makanan dan atau minuman untuk seluruh pegawai , natura atau kenikmatan yang
diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam
rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah
tersebut, dan natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya. Pemberian natura dan kenikmatan di luar tiga hal tadi
merupakan non deductible expense.
Natura
dari sisi penghasilan dapat dikelompokan menjadi natura yang taxable
(terutang pajak penghasilan) dan natura yang non taxable (tidak terutang
pajak penghasilan). Natura sebagai penghasilan yang sifatnya taxable (terutang
pajak penghasilan) adalah penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh bukan Wajib
pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final;
atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus (deemed profit).
Kelompok Natura
|
bagi
pemberi kerja
|
bagi
pegawai
|
Keterangan
|
Natura (secara umum)
|
Non Deductible expense
|
Non Taxable
|
Misalnya beras, sembako dll.
|
Natura yg dikecualikan
|
Deductible expense
|
Non Taxable
|
Makan/minum seluruh pegawai,
natura di daerah tertentu, natura wajib dalam pelaksanaan kerja
|
Natura (khusus)
|
Non Deductible expense
|
Taxable
(PPh pasal 21)
|
Natura yang diberikan oleh bukan
Wajib Pajak, WP Final, WP norma khusus/deemed profit
|
Tunjangan
Di
dalam Undang Undang Pajak Penghasilan 1984 sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 36 tahun 2008 istilah tunjangan
dapat kita temui di pasal 4 ayat 1 a, yang menyatakan bahwa yang menjadi
objek pajak adalah penghasilan termasuk diantaranya penggantian atau imbalan
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk
diantaranya gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang PPh. Tunjangan merupakan salah satu
bentuk penghasilan yang diberikan oleh pemberi kerja kepada para pegawai tetap
yang bersifat teratur dan tidak teratur, hal ini dapat dilihat di pasal 1
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan
Kegiatan Orang Pribadi, dinyatakan di nomor 15 bahwa Penghasilan Pegawai Tetap
yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau
upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang
diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi
kerja, termasuk uang lembur. Selain itu dinyatakan pula di di pasal
1 nomor 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 bahwa penghasilan
pegawai tetap yang Bersifat Tidak Teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap
selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun
atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya
(THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis
lainnya dengan nama apapun. Dengan
demikian daat ditarik kesimpulan bahwa penghasilan dalam bentuk tunjangan dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tunjangan yang sifatnya teratur dan
tunjangan yang sifatnya tidak teratur. Beberapa contoh pemberian tunjangan
oleh pemberi kerja dapat dilihat dalam tabel berikut
Kelompok Tunjangan
|
Nama
Tunjangan
|
Bersifat Teratur
|
Tunjangan Kesehatan
|
|
Tunjangan PPh 21
|
|
Tunjangan Beras
|
Bersifat Tidak Teratur
|
Tunjangan Hari Raya (THR)
|
Pada
sisi yang lain pemberian tunjangan oleh pemberi kerja merupakan biaya untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, hal ini dapat kita lihat di
pasal 6 ayat 1 Undang Undang Pajak Penghasilan 1984 sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 36 tahun 2008, dinyatakan
bahwa biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha diantaranya adalah biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan
dalam bentuk uang.
Dari
peraturan-peraturan pajak tersebut di atas kita dapat menyimpulkan bahwa segala
macam tunjangan merupakan penghasilan bagi pegawai tetap dan sifatnya taxable
atau terutang serta wajib dipotong Pajak Penghasilan. Tunjangan yang
diberikan oleh pemberi kerja adalah biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang
penghasilan bruto karena merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan.
Jenis Tunjangan
|
bagi
pemberi kerja
|
bagi
pegawai
|
keterangan
|
Tunjangan Kesehatan
|
Deductible
Expense
|
Taxable
|
Dipotong pph pasal 21
|
Tunjangan Transport
|
Deductible
Expense
|
Taxable
|
Dipotong pph pasal 21
|
Tunjangan Jabatan
|
Deductible
Expense
|
Taxable
|
Dipotong pph pasal 21
|
Natura
Yang Diberikan Dalam Bentuk Tunjangan
Dengan
pertimbangan dan dalam kondisi tertentu, pihak pemberi kerja lebih cenderung
memilih pemberian penghasilan kepada pegawainya dalam bentuk tunjangan
dibanding diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan. Pertimbangan
utamanya adalah berkaitan dengan pengakuan biaya secara aturan pajak.
Pemberian dalam bentuk tunjangan kepada para pegawai dapat diakui sebagai
pengurang penghasilan bruto untuk menghitung pajak penghasilan, sedangkan jika
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan (yang bersifat umum) maka
pengeluaran tersebut tidak diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan
bruto. Beberapa contoh pemberian penghasilan kepada para pegawai dalam
bentuk tunjangan atau natura berikut sifatnya dari sisi biaya dan penghasilan
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Jenis Penghasilan
|
bagi
pemberi kerja
|
bagi
pegawai
|
keterangan
|
Beras
|
Non Deductible Expense
|
Non Taxable
|
Tidak Dipotong pph pasal 21
|
Tunjangan Beras
|
Deductible Expense
|
Taxable
|
Dipotong pph pasal 21
|
PPh 21 ditanggung perusahaan
|
Non Deductible Expense
|
Non Taxable
|
Tidak Dipotong pph pasal 21
|
Tunjangan PPh 21
|
Deductible Expense
|
Taxable
|
Dipotong pph pasal 21
|
Pengobatan Cuma-cuma
|
Non Deductible Expense
|
Non Taxable
|
Tidak Dipotong pph pasal 21
|
Tunjangan Kesehatan
|
Deductible Expense
|
Taxable
|
Dipotong pph pasal 21
|
Natura
yang diberikan dalam bentuk tunjangan jika berpatokan pada pasal 1 nomor 15 dan
16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan,
Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi adalah bahwa segala macam tunjangan merupakan
penghasilan yang diberikan oleh pemberi kerja kepada pegawai tetap yang
bersifat teratur maupun tidak teratur. Jika pemberi kerja memberikan
penghasilan berupa tunjangan kepada penerima penghasilan yang merupakan bukan
pegawai maka itu tidak dapat dibenarkan.
Jika
kita kembali pada cerita fiktif di atas, pemberian hadiah berupa uang kepada
pegawai tetap yang menikah dapat diberi nama tunjangan misalnya tunjangan
kesejahteraan maka sifatnya deductible expense. Jika pemberi
kerja memberikan hadiah perkawinan kepada selain pegawai tetap kemudian diberi
nama tunjangan maka pemberian tunjangan tersebut merupakan biaya yang tidak
diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan bruto atau biaya yang non deductible
expense karena sifatnya merupakan sumbangan.
C. Penutup
Hak
Wajib Pajak/pemberi kerja untuk memberikan penghasilan dalam bentuk tunjangan
atau dalam bentuk natura kepada para pegawai tetapnya. Adapun yang perlu
diingat adalah :
- Pemberian penghasilan dalam
bentuk tunjangan hanya berlaku untuk pegawai tetap
- Setiap tunjangan yang diberikan
oleh pemberi kerja wajib dimasukan ke dalam unsur penghasilan bruto
sehingga terutang PPh dan wajib dipotong Pajak Penghasilan pasal 21.
- Wajib Pajak yang dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau Wajib Pajak yang dikenakan
Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit)
jika memberikan penghasilan dalam bentuk natura kepada para pegawainya
maka wajib memotong pajak penghasilan pasal 21.
D. Daftar Pustaka
- Undang-undang Pajak Penghasilan
1984 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 36 tahun 2008
- Peraturan Menteri Keuangan RI
Nomor PMK-83/PMK.03/2009 tentang. Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi
Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan
Kenikmatan di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan
Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja
- Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas
Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
- Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor
SE-03/PJ.23/1984 tentang pengertian kenikmatan dalam bantuk natura (seri
PPh pasal 21-02)
Sumber : http://www.bppk.depkeu.go.id/webpajak/index.php/wawasan-ilmiah/artikel/opini-kita-pph/1100-natura-atau-tunjangan-sebuah-nama-sebuah-cerita