PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
KEUANGAN
NOMOR 84/PMK.03/2012
TANGGAL 6 JUNI 2012
TANGGAL 6 JUNI 2012
TENTANG
TATA CARA PEMBUATAN
DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK
DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa
ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau
penggantian Faktur Pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010
tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur
Pajak;
ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau
penggantian Faktur Pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010
tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur
Pajak;
b. bahwa
dengan diterbitkannya PERATURAN PEMERINTAH nomor 1 TAHUN 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009,
perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan
tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana tersebut huruf
a;
dengan diterbitkannya PERATURAN PEMERINTAH nomor 1 TAHUN 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009,
perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan
tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana tersebut huruf
a;
c. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang nomor 8 TAHUN
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
nomor 42 TAHUN 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang nomor 8 TAHUN
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
nomor 42 TAHUN 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;
Mengingat :
1. Undang-Undang
nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4999);
nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahum
1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor
42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahum
1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor
42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
3. PERATURAN
PEMERINTAH nomor 1 TAHUN 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang
nomor 42 TAHUN 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);
PEMERINTAH nomor 1 TAHUN 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang
nomor 42 TAHUN 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);
4. Keputusan
Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK.
TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang
dimaksud dengan:
dimaksud dengan:
1. Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2009.
Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2009.
2. Barang
Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
3. Jasa
Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
4. Faktur
Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
5. Pengusaha
Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai.
Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai.
Pasal 2
(1) Pengusaha
Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
a. penyerahan
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau
Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau
Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
b. penyerahan
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
c. ekspor
Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
d. ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
e. ekspor
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
a. saat
penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
b. saat
penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
c. saat
ekspor Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
ekspor Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
d. saat
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
e. saat
ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Penyerahan
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a untuk:
Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a untuk:
a. penyerahan
Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang
bergerak, terjadi pada saat:
Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang
bergerak, terjadi pada saat:
1. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan
secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
2. Barang Kena Pajak berwujud tersebut
diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemberian cuma-cuma,
pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan antar cabang;
diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemberian cuma-cuma,
pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan antar cabang;
3. Barang Kena Pajak berwujud tersebut
diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan;
diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan;
4. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak
diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur
penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.
diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur
penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.
b. penyerahan
Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak
bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai
Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata, kepada
pihak pembeli.
Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak
bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai
Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata, kepada
pihak pembeli.
c. penyerahan Barang Kena Pajak tidak
berwujud, terjadi pada saat:
berwujud, terjadi pada saat:
1. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak
tidak berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat
diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau
tidak berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat
diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau
2. kontrak atau perjanjian ditandatangani,
atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara
nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada angka
1 tidak diketahui.
atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara
nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada angka
1 tidak diketahui.
d. Barang
Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualkanbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualkanbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
1. ditandatanganinya akta pembubaran oleh
Notaris;
Notaris;
2. berakhirnya jangka waktu berdirinya
perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
3. tanggal penetapan Pengadilan yang
menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
4. diketahuinya bahwa perusahaan tersebut
nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan,
berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada.
nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan,
berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada.
e. pengalihan
Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf
d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atau perubahan bentuk usaha, terjadi
pada saat:
Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf
d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atau perubahan bentuk usaha, terjadi
pada saat:
1. disepakati atau ditetapkannya
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang
dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan
usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang
tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang
dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan
usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang
tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau
2. ditandatanganinya akta mengenai
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau
perubahan bentuk usaha oleh Notaris.
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau
perubahan bentuk usaha oleh Notaris.
(4) Penyerahan
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terjadi pada saat:
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terjadi pada saat:
a. harga
atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau
pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau
pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
b. kontrak
atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada huruf
a tidak diketahui; atau
atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada huruf
a tidak diketahui; atau
c. mulai
tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian
atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena
Pajak.
tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian
atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena
Pajak.
(5) Ekspor
Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terjadi
pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.
Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terjadi
pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.
(6) Ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
terjadi pada saat Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang
diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
terjadi pada saat Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang
diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
(7) Ekspor
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e terjadi pada saat
Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai
piutang atau penghasilan.
Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e terjadi pada saat
Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai
piutang atau penghasilan.
Pasal 3
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) juga harus dibuat pada:
dalam Pasal 2 ayat (1) juga harus dibuat pada:
1. saat
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
2. saat
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau
penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau
3. saat
lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
Pasal 4
(1) Pedagang
eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai
identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan Surat
Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang
nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor
16 TAHUN 2009.
eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai
identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan Surat
Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang
nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor
16 TAHUN 2009.
(2) Pedagang
eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dengan cara sebagai berikut:
eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dengan cara sebagai berikut:
a. melalui
suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari 1 (satu) tempat
konsumen akhir ke tempat kosumen akhir lainnya.
suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari 1 (satu) tempat
konsumen akhir ke tempat kosumen akhir lainnya.
b. dengan
cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa
didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang;
dan
cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa
didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang;
dan
c. pada
umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara
tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena
Pajak yang dibelinya.
umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara
tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena
Pajak yang dibelinya.
(3) Termasuk
dalam pengertian pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan
penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
dalam pengertian pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan
penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
a. melalui
suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau
langsung mendatangi dari 1 (satu) tempat konsumen akhir ke tempat konsumen
akhir lainnya;
suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau
langsung mendatangi dari 1 (satu) tempat konsumen akhir ke tempat konsumen
akhir lainnya;
b. dilakukan
secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
c. pada umumnya pembayaran atas penyerahan
Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.
Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.
Pasal 5
(1) Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimanma dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3,
Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh
penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima
Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
dari ketentuan sebagaimanma dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3,
Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh
penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima
Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
(2) Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan.
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan.
(3) Faktur
Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Pasal 6
(1) Faktur
Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu
3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan
sebagai Faktur Pajak.
Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu
3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan
sebagai Faktur Pajak.
(2) Pengusaha
Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
(3) Pajak
Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
Pasal 7
Atas pemakaian sendiri Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang tidak dilakukan
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikecualikan dari penerbitan Faktur Pajak.
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang tidak dilakukan
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikecualikan dari penerbitan Faktur Pajak.
Pasal 8
(1) Dalam
Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak;
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak;
b. nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak;
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima
Jasa Kena Pajak;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga
Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
dipungut;
dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal
pembuatan Faktur Pajak; dan
pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak
menandatangani Faktur Pajak.
menandatangani Faktur Pajak.
(2) Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan
dengan Faktur Pajak.
Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan
dengan Faktur Pajak.
(3) Persyaratan
yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
(4) Dalam
hal Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3), Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak
merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak.
hal Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3), Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak
merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pasal 9
(1) Faktur
Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas, dan benar.
Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas, dan benar.
(2) Pengusaha
Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
Pasal 10
(1) Bentuk
dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena
Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena
Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai.
(2) Pengadaan
formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.
formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pasal 11
Faktur penjualan yang mencantumkan
keterangan sesuai dengan keterangan yang dicantumkan dalam Faktur Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dan pengisiannya dilakukan sesuai
dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak sebagaimana diatur
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, termasuk dalam pengertian Faktur
Pajak.
keterangan sesuai dengan keterangan yang dicantumkan dalam Faktur Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dan pengisiannya dilakukan sesuai
dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak sebagaimana diatur
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, termasuk dalam pengertian Faktur
Pajak.
Pasal 12
(1) Atas
Faktur Pajak yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam
penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar,
Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan
Faktur Pajak pengganti.
Faktur Pajak yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam
penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar,
Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan
Faktur Pajak pengganti.
(2) Atas
Faktur Pajak yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun
pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari Faktur Pajak
dan dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak.
Faktur Pajak yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun
pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari Faktur Pajak
dan dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak.
(3) Dalam
hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, Pengusaha
Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur
Pajak.
hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, Pengusaha
Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur
Pajak.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. bentuk
dan ukuran formulir Faktur Pajak;
dan ukuran formulir Faktur Pajak;
b. tata
cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak;
cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak;
c. prosedur
pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;
pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;
d. tata
cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak; dan
cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak; dan
e. tata
cara pembatalan Faktur Pajak,
cara pembatalan Faktur Pajak,
diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
Jenderal Pajak.
Pasal 14
Terhadap penerbitan Faktur Pajak yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal
4, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 PERATURAN PEMERINTAH
nomor 1 TAHUN 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan atas Barang
Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang
nomor 42 TAHUN 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang nomor 8
TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah.
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal
4, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 PERATURAN PEMERINTAH
nomor 1 TAHUN 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan atas Barang
Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang
nomor 42 TAHUN 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang nomor 8
TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah.
Pasal 15
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai
berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata
Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata
Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 6 Juni 2012
MENTERI KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Juni 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 584
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 584